Rabu, Desember 24, 2008

Guruku - Inteam


Wahai guruku yang dikasihi,
Engkaulah pelita diri ini,
Menerangi hati nurani,
Moga dirimu dirahmati

Ya Allah peliharalah guruku,
Agar dipimpin terus hambaMu,
Agar terhindar dari Neraka,
Moga dibukakan pintu Syurga

Tak terbalas jasamu
Berkorban jiwa raga
Mendidik anak bangsa
Jadi insan berguna

Keikhlasan di hati
Hulur bakti dan budi
Kau penyambung warisan
Ilmu cahaya hati

Ampunkanlah wahai guruku,
Kesilapan anak-anakmu,
Ku serahkan jiwa ragaku,
Agar terdidik nafsu liarku

Dengan izin Allahu Rabbi,
Engkaulah guru yang sejati,
Engkau bersabar mendidik kami,
Semoga dirimu diberkati

Datang dengan harapan,
Pulang bawa kejayaan,
Anugerah yang diimpikan

Lagu: Inteam, Cikgu Hasnol & Nada Syahdu
Lirik: Inteam & Halim Libya

Salah Persepsi Tentang Guru

Sedih rasanya kalau membaca blog yang ditulis oleh murid-murid. Persepsi mereka tentang guru masih sebatas orang yang mengajar dan memberi nilai. Bahkan lebih jauh lagi guru adalah orang yang kerjanya mengawasi muridnya dan memberi hukuman bila melanggar aturan sekolah. Jadi mereka patuh kepada gurunya karena rasa takut diberi hukuman, dipanggil orang tuanya ke sekolah, atau dikurangi nilainya. Bila mereka sudah lulus mereka merasa sudah bebas dari belenggu yang mengikat selama ini. Mereka bisa melakukan apa saja, berbuat sesukanya karena terbebas dari belenggu itu. Kalau saya berbuat begini kan saya sudah tidah diajar sama dia.Jadi saya tidak kena sanksi. Dia tidak bisa mengurangi nilai saya. Dia kan sudah bukan guru saya lagi.Jadi saya bebas dong ngomong apa saja.

Ketika secara resmi anak menjadi murid di sebuah sekolah, maka sejak itu pula guru menggantikan posisi orang tua di sekolah. Guru tidak membedakan ini anak si A atau si B. Semuanya adalah anaknya. Ikatan tersebut tidak bisa lepas begitu saja meskipun anak itu sudah lulus sekolah. Secara formal dia bukan lagi muridnya, tetapi secara nonformal dia adalah anak yang sudah dibesarkan. Jadi ikatan batin ini seperti layaknya orang tua dan anaknya.

Guru merasa bangga apabila murid-muridnya lulus dengan nilai yang membanggakan. Sebaliknya guru merasa sedih apabila muridnya mendapatkan nilai jelek. Bahkan guru dengan senang hati mengurusi masalah muridnya walaupun di luar jam sekolah. Dalam keadaan istirahat di rumah apabila ada murid yang bermasalah guru akan meluangkan waktunya menelpon orang tua untuk berdiskusi menyelesaikan masalah anaknya. Pekerjaan guru bisa dikatakan hampir tidak mengenal waktu dan tempat. Bukan hanya di sekolah tetapi di rumah pun masih menjadi guru. Semua itu dilakukan karena tanggungjawab moral guru terhadap masyarakat karena kalau ada kesalahan yang dilakukan muridnya di masyarakat maka guru yang akan kena getahnya.

Seorang guru akan merasa bahagia apabila murid-muridnya sukses menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang tidak dapat dicapai orang dirinya. Profesi guru akan tetap melekat meskipun muridnya sudah ada yang menjadi dokter, profesor, doktor, pengusaha, konglomerat, mentri, bahkan presiden atau MPR. Guru tetap guru tetapi guru tidak pernah merasa rendah diri walaupun muridnya memiliki kedudukan yang lebih darinya. Justru guru merasa bangga dan bahagia karena dia merasa berhasil mendidik muridnya menjadi orang yang sukses.

Tidak sedikit murid yang berkunjung ke sekolahnya hanya untuk bertemu dengan gurunya, bercerita tentang masa lalunya dan bercerita tentang kesusksesannya. Semua itu membuat guru semakin bahagia dan bersyukur ternyata muridnya adalah orang-orang yang pandai bersyukur dan tidak melupakan almamaternya. Rasanya semua jerih payah dan usaha keras mendidik muridnya tidak sia-sia.

Namun, ada juga murid-muridnya yang setelah lulus bukannya menunjukkan kebanggaan terhadap almamater yang sudah menempanya justru merasa menyesal dididik di sekolah itu. Bahkan ada juga yang membuat sedih guru-gurunya karena sikap dan perbuatannya bertolak belakang dengan apa yang dilakukannnya ketika di sekolah. Di depan gurunya menunjukkan sikap yang sopan, santun, patuh, hormat pada guru, dan menjadi teladan bagi murid lainnya, tetapi setelah lulus justru menunjukkan sikap yang sebaliknya. Ada juga yang ketika bertemu dengan gurunya menghindar, ada juga yang disapa oleh gurunya di mal merasa tidak kenal gurunya karena pakaiannya yang dikenakannya tidak sesuai dengan didikannya. Bahkan ada yang ditegur gurunya malah marah karena merasa sudah tidak diajarnya lagi. Kejadian semacam ini tidak banyak hanya beberapa kasus saja, tetapi itu cukup membuat sang guru bersedih.

Kebahagiaan bagi seorang guru adalah ketika melihat muridnya menjadi orang yang sukses. Oleh karena itu, wajar sekali kalau seorang guru selalu memantau perkembangan muridnya yang sudah lulus hanya untuk mendengar berita baik tentang muridnya. Namun, tidak jarang hal ini disalahpahami oleh muridnya. Guru dianggapnya ikut campur dalam urusan mereka dan dianggap mengganggu kebebasan mereka. Namun semua itu kembali kepada hati nurani kita semua. Guru hanya menginginkan kebaikan bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat. Tidak ada guru yang membiarkan muridnya melakukan kesalahan di depan matanya. Seorang guru pasti akan mengingatkan muridnya yang melakukan kesalahan demi kebaikannya. Walaupun terkadang maksud baik itu ditanggapi dengan sikap yang kurang bersahabat, guru tetap bersabar dan mendoakan kebaikan bagi murid-muridnya.

Sumber:
http://imnis.multiply.com/journal/item/12/Salah_Persepsi_tentang_Guru